Sebutir debu serta
kesekejapan hidup diubah melalui tradisi menjadi sebuah bintang di cakrawala,
yang diberkahi Alloh dengan kemapanan dan merefleksikan keabadian Al-ilah.
Menurut doktrin tradisional, realitas batin alam semesta mengungkapkan diriNYA
senDIRI melalui mata batin atau penglihatan intelektual“karena mata batin
merupakan alat persepsi yang berdasarkan keselarasan, semesta raya”.
Dalam makrokosmos, keselarasan alam semesta terwujud pada taraf
realitas yang lebih tinggi dan menjadi suram serta semakin samar dalam tingkat
kosmos yang semakin rendah, karena jauh sebelum Tuhan menciptakan manusia
pertama, yakni Adam As (Abul Basyar) AL-Ilah yang Maha Agung lebih dulu
menciptakan suatu alam yang disebut ”ALAM LAHUT / alam tanpa batas yang di huni
oleh NUR MUHAMMAD lalu di terus kan ke “Alam Jabbarut & Malaakut”,
dan dihuni oleh para malaikat-malaikat Allah yang tak terbilang banyaknya.
Sebagian dari kelompok para Malaikat-Malaikat Allah tersebut adalah
kelompok Malaikat Muqarrabin, Malaikat Kurubiyyin, Malaikat Kiraman Katibin,
Malaikat Arsyi, Malaikat Hafadzah dan Malaikat Aran Jabaniyyah, Malaikat Arsyi.
Dan masih banyak lagi golongan Malaikat-malaikat lainnya yang tidak dapat
disebutkan disini.
Para malaikat-malaikat ini masing-masingnya mempunyai sayap, yang
sayapnya saja secara langsung melambangkan “Hakikat realitas penerbangan dan
pendakian melawan seluruh hal yang merendahkan derajat serta menurunkan
kekuatan atas dunia ini, yang akhirnya mengantar pada kebebasan dari kungkungan
duniawi yang serba terbatas”. Seperti tersebut didalam Firman-Nya : “ Segala
puji bagi Allah pencipta langit dan bumi yang menjadikan malaikat sebagai
utusan-utusan (untuk mengurus berbagai urusan) yang mempunyai sayap
masing-masing (ada yang) dua, tiga empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya
apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa Atas Segala Sesuatu”.
(Q.S. 35 : 1).
Menurut doktrin tradisional, “Alam Jabbarut & Malakut” terdiri dari
tujuh lembah pegunungan kosmik “Qaf” yang pada puncaknya terdapat singgasana
Al-Ilah (Al-Arsy). Alloh yang menciptakan singgasana (Al-Arsy) dari
jambrud hijau dan keempat tiangnya terbuat dari batu merah delima, yang dibawa
oleh delapan Malaikatul Arsy, yang selalu bertasbih memuji Tuhannya dan mereka
beriman kepada-Nya. Ketujuh lembah “Qaf” itu sendiri, adalah Lembah Thalab
(pencarian), Lembah Isyq (cinta), Lembah Istighna (kepuasan), Lembah Hayrat (kekaguman),
Lembah Faqr (kemiskinan), Lembah Ma’rifah (gnosis), dan Lembah Fana (lebur).
Dimasing-masing ketujuh lembah pegunungan kosmik “Qaf” ini terdapat (tersimpan)
tujuh buah huruf Al-Hijaiyyah, yakni huruf-huruf yang ada pada kalimah suci
“Bismillah”. Pegunungan kosmik “Qaf” merupakan pesona spiritual dari keindahan
dan keAgungan Tuhan, yang selalu menjadi pintu gerbang untuk masuk kedalam
lautan rahasia Tuhan, yang dimulai dengan kerinduan kepada-Nya, dan bergerak
secara perlahan menuju penyingkapan “hakikat Bismillah” yang suci dan
mensucikan, dan akhirnya mencapai peleburan (Fana) dengan melintasi horizon
esoterisme “Qaf” yang sangat luas dan tanpa batas. “Qaf, demi Al-Qur’an yang
sangat mulia” (Q.S. : 50 : 1)
Ekspresi universal kehidupan “Alam Jabbarut & Malaakut”
dan jalan inisiatik, dimungkinkan oleh tingginya tingkatan spiritual (maqam)
yang sekaligus menjadi awal cikal bakal penciptaan langit dan bumi yang pada
waktu itu (di alam jabbarut malakut), langit masih berupa asap, asap yang keluar
dari ketujuh lembah “Qaf”, kemudian Allah satukan dan dari asap tersebut
dijadikannya tujuh lapis langit. Seperti tersebut dalam firman-Nya: “ Yang
menciptakan tujuh lapis langit “ (Q.S. : 67 : 3). Dan firman-Nya lagi :
“Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit yang kala itu masih berupa asap”
(Q.S. : 41 : 11). Setelah tujuh lapis langit terbentuk, kemudian Allah Swt
menciptakan tujuh lapis bumi yang diambil dari pegunungan kosmik “Qaf” pula. “
Allah-lah yang mnciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi” (Q.S. : 65 :
12)
Catatan : Pengertian mengenai penciptaan langit dan bumi ini adalah “langit
akhirat dan bumi akhirat”, karena setelah penciptaan langit dan bumi akhirat
ini, Allah Swt menciptakan tujuh surga dan tujuh neraka, barulah langit dan
bumi dunia Allah ciptakan dalam masa yang pada saat itu bumi masih dalam
keadaan gelap gulita.
Seperti yang Allah Swt firmankan didalam Al-Qur’an : “Dan sesungguhnya
telah Kami ciptakan langit dan bumi, dan apa yang ada antara keduanya dalam
enam masa, dan kami sedikitpun tidak ditimpa kelelahan “ (Q.S. : 50 : 38)
Al-ilah Yang Maha Esa menciptakan dunia setelah DIA (Allah)
menciptakan surga dan neraka berikut wildan dan bidadari. Dunia saat itu masih
dalam keadaan gelap gulita, dan setelah Nabi Adam As dan Siti Hawa terusir dari
surga, kemudian turun ke dunia, barulah Allah Swt menciptakan cahaya yang
menerangi dunia (matahari-bulan-dan bintang), walau sebenarnya penciptaan
cahaya (cahaya Muhammad) ini lebih dulu dari pada penciptaan Alam Jabbarut
Malaakut,
yakni “Nur Muhammad” Al-haq adalah “cahaya langit dan bumi”.
Demikian penegasan Al-Qur’an yang kemudian dimensi kosmogonis dan kosmologisnya
diperkuat oleh Rasul Saw. Dengan sabdanya : “Yang pertamakali diciptakan oleh
Alloh adalah cahaya / Nur muhammad” yang menjadi awal dari tajallinya (tanpak)
alam dan menjadi awal mulanya kehidupan serta menjadi RATU nya RUH dan di sebut
dg RUH idlofi
“Cahaya bagaikan kutub-kutub spiritual yang menyala, laksana norma dan
teladan-teladan yang hidup dan menjadi perhatian para pencari kebenaran dimana
dan kapanpun yang sekaligus merupakan realitas surgawi dibalik bentuk
keduniawian”. “Hakikat Bismillah adalah gema panggilan Al-haq kepada manusia
untuk kembali ke sumber spiritualnya“.
Sebenarnya seluruh manifestasi berasal dari ketujuh huruf ini
(Ba Sin Mim Alif Lam Lam Ha), karena bagaimana mungkin Yang “Esa” melambangkan
sesuatu yang lain dari huruf-huruf yang akan mengakui keEsaan-Nya, apalagi
penggabungan dari ketujuh huruf-huruf ini jika berbentuk huruf Arab yang
memanjang dari kanan ke kiri, akan merupakan lambang penerimaan prinsip
material dan pasif, dalam arti kata “ketaqwaan mutlak” serta dimensi keindahan
yang menyempurnakan ke-Agungan diri-Nya, dan sekaligus melambangkan pusat
teragung yang dari-Nya segala sesuatu itu berasal dan kemana segala sesuatu itu
kembali. “Manusia harus percaya kepada yang suci dan terlibat didalamnya, kalau
tidak, maka Yang Suci akan menyembunyikan dirinya dibelakang selubung yang
tidak dapat diraba dan dilalui, yang pada hakikatnya adalah, selubung jiwa
rendah manusia “.
Kesucian “Bismillah” mampu menciptakan sesuatu yang bersifat
spiritual sekaligus sensual, menyingkap keindahan dunia ini beserta sifat
fananya, dan menjelma dalam bentuk alam transendental yang indah melalui
teofani Tuhan, karena hakikat Bismillah masih suci dan dicari oleh sebagian
masyarakat Islam, dan menjadi nilai universal bagi seluruh dunia pada saat
kebodohan mengancam untuk mencekik “spirit Bismillah” itu sendiri.
Nama “Allah” adalah kunci khazanah misteri Tuhan dan pintu
gerbang menuju Yang Gaib dan Yang Nyata. Itulah realitas yang berdasarkan
identitas esensial Tuhan dan kesucian nama-Nya. Itulah alasan mengapa para
Ahlul Hukama selalu merenungi dan menyebutkan bahwa ; “Huruf-huruf didalam
“Bismillah” turun dari dunia spiritual ke dunia fisikal dan memiliki substansi
spiritual batin ketika mengenakan selubung dunia gaib yang mampu menembus
kedalam makna batinnya, dan dapat merenungkan simbol prinsip-prinsip realitas
maupun pedoman yang terwujud” “Al’Qur’an bagaikan sepercik cahaya yang
menyinari kegelapan eksistensi manusia di dunia ini”. Misteri Zat yang
menyatakan identitas, yang sekaligus merupakan sifat Tuhan yang mutlak dan juga
transendensi, mencakup seluruh aspek ketuhanan yang mungkin termasuk dunia
dengan pembiasan pembiasan dari-Nya yang mengindividualisasi tak terkira
banyaknya. Maka dari itu orang yang mencintai Tuhan akan selalu “mengosongkan
hatinya dari segala sesuatu selain-Nya” (ini terapi yang sangat ampuh untuk
mencapai puncak kekhusyuan didalam shalat); karena “ Alif Lam Lam Ha” akan
menyerbu hatinya dan tidak menyisakan ruang sedikitpun untuk sesuatu yang lain,
karena seseorang hanya perlu mengetahui dan menyelami hakikat “Bismillah” ini
untuk mengetahui semua yang dapat diketahui
Hal ini pernah disinggung dalam salah satu Hadits Rasul Saw,
yang menyebutkan, bahwa “Barang siapa yang melakukan sesuatu pekerjaan dengan
tanpa diawali “Bismillah”, maka tidak akan ada keberkahan didalam pekerjaannya
itu”. Karena didalam makan dan minumnya manusia, Iblis akan turut andil
didalamnya, jika tidak diawali dengan ucapan “Bismillah”.
Sedangkan mengenai huruf “Ha” (Ha, marbutoh), yang
melambangkan realitas lingkaran kosmos sebagai wahyu primordial Tuhan yang
merupakan hasil dari pengejawantahan keEsaan pada bidang keanekaragaman.
Keempat buah huruf suci ini merefleksikan kandungan prinsip keEsaan ilahi,
kebergantungan seluruh keanekaragaman kepada Yang Esa, kesementaraan dunia dan
kualitas-kualitas positif dari eksistensi kosmos atau makhluk, sebagaimana
difirmankan oleh Allah Swt didalam Al-Qur’an: Yaa Tuhan kami, tidaklah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia”
Keempat huruf ini jika digabungkan menjadi kalimat “Allah”.
Itulah alasan mengapa “Alif” menjadi sumber abjad dan huruf pertama dari nama
“Tuhan Yang Maha Kekal” ini, Allah, yang bentuk visualnya benar-benar
menyampaikan seluruh doktrin metafisik Islam mengenai alam realitas.
Karena dalam bentuk tulisan dari nama “Allah” dalam bahasa Arab, kita
melihat dengan jelas suatu garis horizontal, yakni gerak penulisannya, kemudian
garis tegak lurus dari “Alif” dan “Lam” semacam garis melingkar, yang secara
simbolis dapat disamakan dengan suatu lingkaran “Tauhid” yang mengelilingi jiwa
orang Islam, “ dan sekaligus merupakan suatu teofani dan refleksi dari
ketakterbatasan kekayaan khazanah Tuhan yang tercipta setiap saat tanpa pernah
kehabisan kemungkinan-kemungkinannya”. Hal ini pula yang menegaskan peran kitab
suci Al-Qur’an sebagai petunjuk (Al-Huda), jalan menuju Al-Haq.
Kesucian “Bismillah” membantu manusia untuk menembus
selubung eksistensi material sehingga memperoleh jalan masuk ke “Barakah” yang
terletak didalam firman illahi dan untuk mengenyam suatu “rasa”, bahwa setiap
jiwa akan mengenyam sesuai dengan kapasitas, keterbatasan, dan keabadiannya.***
Huruf “Alif” didalam kalimat “Bismillah” dengan vertikalitasnya
melambangkan kekuatan Tuhan dan prinsip transenden yang darinya segala sesuatu
itu berasal, sedangkan dua huruf “Lam” dalam bentuk kail (mata kail), yang
melambangkan suatu peringatan agar hamba Allah berhati-hati dalam pancingan
Iblis atau setan dan sekaligus merupakan pengejawantahan yang dapat dilihat
dari firman ilahi, untuk membantu kaum muslim menembus kedalam dan ditembusi
oleh kehadiran ilahi yang sesuai dengan kapasitas spiritual setiap orang
Islam.
Bagi mereka yang mengikuti jalan menuju “haqiqah”,
kalimat suci ini merupakan pembantu pertama yang sangat diutamakan untuk
merenungkan ke-Esaan Ilahi Rabbi, karena huruf “Ba” yang dilambangkan oleh
titik pengenal kesucian horizontal “Sin” dengan wujud lengkungan vertikal yang
menghadap langit dan “Mim” yang berporos pada suatu tiang kepasrahan. Tiga
huruf-huruf suci ini secara keseluruhan melambangkan eksistensi universal untuk
menuntun manusia dalam pembauran kualitas, kekuatan, dan aliran berbagai elemen
agar setiap muslim mengingatkan ajaran Tuhan, yaitu dalam bentuk alam semesta,
yang benar-benar muslim atau tunduk kepada kehendak Al-haq dengan mematuhi
sifat dan hukum alamnya sendiri-sendiri.
Kalimat suci “Bismillah” yang terucap saat berdzikir, berarti
sang pendzikir telah kembali kepusat alam, bukan secara eksternal melainkan
melalui hubungan batin yang menghubungkan dirinya dengan prinsip-prinsip dan
irama-irama alam primordial yang sakral dan teramat luas sekaligus merupakan
suatu perumpamaan dialog suci antara seorang Hamba dengan Khaliqnya, yang
menenangkan dan sekaligus mensucikan jiwanya, begitupun “Bismillah” yang
terucap disaat manusia hendak melakukan suatu pekerjaan-pekerjaan yang halal,
maka kesadaran dirinya akan terbangkit dari keterlenaan, dalam dirinya melalui
kesadaran akan realitas Yang Maha Esa. “Sebuah kesadaran yang sesungguhnya
merupakan substansi dari manusia primordial dan sebab terbentuknya eksistensi
manusia “.
Hati serta jiwa seluruh muslim disegarkan oleh “keagungan,
keselarasan dan kesucian” kalimat “Bismillah” dalam pada bentuk-bentuk huruf
Al-Hijaiyyah yang terdiri dari tujuh huruf (Ba Sin Mim Alif Lam Lam Ha), yang
mengelilingi kaum muslim yang hidup didalam masyarakat Islam tradisional dan
yang mengungkapkan keindahannya pada setiap lembaran-lembaran suci Al-Qur’an.
Oleh karenanya “Bismillah” sebagai induk suci Islam yang merupakan karunia dari
“Haqiqah” yang terletak dalam hati wahyu Islam.
Kalimat suci ini akan tetap demikian bagi seluruh muslim, tak peduli apakah
diri mereka sadar akan haqiqah ataukah mereka yang sudah puas dengan
bentuk-bentuk luarnya saja (kalimat Bismillah yang tersurat).
Kesadaran ini diperkuat dengan tata cara “shalat” yang secara naluriah
mengembalikan manusia pada keadaan haqiqat kesadaranNYAdengan menjadikan
seluruh alam sebagai tempat ibadah. Begitu pula halnya kalimat “Bismillah” yang
terucap saat bersujud menyentuh bumi (shalat), adalah ; untuk mengembalikan
manusia ke-kesucian pada kemurnian (al-fithrah) saat Yang Maha Esa menghadirkan
DIRINYA secara langsung didalam diri manusia dan menjadi mutajalliyahNYA
Al-haq “mengumandangkan sebuah simfoni abadi dalam keselarasan yang ada
pada alam yang suci”.سبح يسبح علي نفسه mensucikan DIRI-NYA sendiri dengan
kesucianNYA bukan untuk mahuk
Bismillah diilhami oleh spiritualitas Islam secara
langsung yang diwahyukan oleh Allah Swt kepada Nabi, sedangkan wujudnya tentu
saja dibentuk oleh karakteristik-karakteristik tertentu dari tempat penerima
wahyu Al-Qur’an, yaitu : “Qalbu” (hati), yang nilai-nilai positifnya
diuniversalkan Islam. Bentuk wahyu Islam yang pertama ini (Bismillah) tidaklah
mengurangi kebenaran, bahwa sumber religius dari “Bismillah” ini berasal dari
kandungan batin dan dimensi spiritual Islam pula.
Hanya bagi orang yang yang trpanggil oleh-NYA yg mampu
melihat relitas-realitas tersebut ataupun orang yang telah dipilih untuk
memperoleh penglihatan “Al’Bashirah” (penglihatan batin) dan di jauhkan dari
sifat basyariyah (kemanusiaan) atas sesuatu yang tersembunyi dibalik rahasia
“Bismillah”, dan dikarenakan “Bismillah” ini merupakan pula pesan dari ruang inti
perbendaharaan yang gaib (khaza’in al-ghoybi), maka siapapun yang menerima
pesan kalimat suci ini didalam hatinya ia seakan menikmati alunan nyanyian alam
rahim yang membawa jiwanya sebelum episode perjalanan duniawinya yang singkat.
Agama Islam tidak berdasarkan ketegangan dramatis antara langit dan bumi, atau
pengorbanan diri dan penyelamatan melalui penyerahan diri kepada Al-haq semata
, akan tetapi Agama Islam bertindak untuk mengembalikan kesadaran manusia,
bahwa alam semesta adalah kalam ilahi (al-qur’an qodim) dan pelengkap ayat-ayat
suci tertulis (al-furqon) yang diwahyukan dalam bahasa Arab.
Bismillah membantu manusia untuk menembus selubung eksistensi
material, sehingga memperoleh jalan masuk ke barakah yang terletak didalam
firman ilahi dan untuk mengenyam hakikat alam spiritual, karena Bismillah
itupun adalah suatu pengejawantahan dari kristalisasi realitas-realitas
spiritual (Al-Haqa’iq) yang terkandung didalam wahyu Islam pertama :
“Iqraa bismirabbikaal ladzii khalaq”: Dengan menyebut nama Tuhanmu yang
menciptakan (Q.S. : 96 : 1)
Kalimat “Bismillah” merupakan hasil dari pengejawantahan ke-Esaan pada
bidang keanekaragaman. Kalimat suci ini merefleksikan kandungan prinsip keEsaan
ilahi, kebergantungan seluruh keanekaragaman kepada Yang Esa, kesementaraan
dunia dan kualitas-kualitas positif dari eksistensi kosmos atau makhluk,
sebagaimana difirmankan oleh Allah Swt didalam Al-Qur’an: “Yaa Tuhan kami,
tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia” (Q.S. 3 : 191)
Allah Swt menurunkan kalimat suci “Bismillah” dalam wujud
fisik (yang tersurat) pada sebuah kitab suci Al-Qur’anul Kariim yang secara
langsung dapat dipahami oleh pikiran yang yang telah tidak bersandar pada
selain alloh . Karena kalimat suci “Bismillah” itu sendiri, memiliki realitas-realitas
dasar dan perbuatan-perbuatan sebagai tangga bagi pendakian jiwa dari tingkat
yang dapat dilihat dan di dengar menuju ke Yang Maha RUH (sirru al-rbubiyah) ,
yang juga merupakan keheningan diatas setiap bunyi. Wujud fisik (Bismillah)
inipun didasarkan pada ilmu pengetahuan tentang dunia batin yang tidak hanya
berkaitan dengan penampakan lahir semata, tetapi juga dengan realitas-realitas
batin “Bismillah” itu sendiri (yang tersirat)
Karena adanya suatu kehadiran ilahi dalam teks Al-Qur’an , yakni
Bismillah (Basmallah), maka kalimat Bismillah inipun merupakan pengejawantahan
yang dapat dilihat dari firman ilahi itu, untuk membantu kaum muslim menembus
kedalam dan ditembusi oleh kehadiran ilahi yang sesuai dengan kapasitas
spiritual setiap orang Islam.
Oleh sebab itu, siapa pun yang meraih Tajalli
asma,Af’aal,sifat, dan tajalli dzat Allah dengan sirnanya tirai dunia
& akhirat , maka ia akan tawakkal. Sedangkan siapa yang meraih TajalliNYA
dengan sirnanya diri kehamba’an (asma,af’al,sifat &dzat) maka
terbukalah ia akan Ridha dan Pasrah. Dan siapa yang meraih Tajallinya
Dzat dengan terbukanya tirai Sifat, ia akan fana dalam kesatuan. Maka ia pun
akan meraih Penyatuan Mutlak. Ia berbuat, tapi tidak berbuat. Ia membaca tapi
tidak membaca “Bismillahirrahmaanirrahiim”.
Tauhidnya af’aal mendahului tauhidnya Sifat, dan ia berada di atas
Tauhidnya Dzat. Dalam trilogi inilah Nabi saw, bermunajat dalam sujudnya,
“Tuhan, Aku berlindung dengan ampunanmu dari siksaMu, Aku berlindung dengan
RidhaMu dari amarah dendamMu, Aku berlindung denganMu dari diriMu”.
Penjelmaan duniawi dari pola dasar ilahi, yang disebut didalam Al-Qur’an
dengan penulisan pena dan tempat tinta, memiliki suatu pokok spiritual. Dapat
dikatakan, bahwa Al-Qur’an merupakan suara dari firman Tuhan yang diembuskan ke
hati Nabi dan kemudian kepada para sahabat dan generasi-generasi
selanjutnya.
Sayyidina Ali Karamallahu Wadz’hahu mengatakan : “ Bahwa seluruh Al-Qur’an
itu terkandung didalam surat Al-Fatihah”, sedangkan surat Al-Fatihah itu
sendiri terkandung di dalam Bismillah (basmallah).
Tiga Alif yang tersembunyi yang merupakan pelengkap
terhadap dua puluh dua huruf ketika dipisah-pisah, merupakan perunjuk pada Alam
Ilahi Yang Haq, menurut pengertian Dzat. Sifat dan Af ‘aal. Yaitu tiga Alam
ketika dipisah-pisah, dan Satu Alam ketika dinilai dari hakikatnya.
Sementara tiga huruf yang tertulis menunjukkan adanya manifestasi alam-alam
tersebut pada tempat penampilannya yang bersifat agung dan manusiawi.
Dan dalam rangka menutupi Alam Ilahi, ketika Rasulullah saw, ditanya soal
Alif yang melekat pada Baa’, “dari mana hilangnya Alif itu?” Maka Rasulullah
saw, menjawab, “Dicuri oleh Syetan”.
Diharuskannya memanjangkan huruf Baa’nya Bismillah pada penulisan, sebagai
ganti dari Alifnya, menunjukkan penyembunyian Ketuhanannya predikat Ketuhanan
dalam gambaran Rahmat yang tersebar. Sedangkan penampakannya dalam potret
manusia, tak akan bisa dikenal kecuali oleh ahlinya. Karenanya, dalam hadist
disebutkan, “Manusia diciptakan menurut gambaran Nya”
Dzat sendiri tersembunyikan oleh Sifat, dan Sifat tersembunyikan oleh
Af’aal. Af’aal tersembunyikan oleh jagad-jagad dan makhluk.
Disebutkan, bahwa Wujud ini muncul dari huruf Baa’ dari Basmalah.
Karena Baa’ tersebut mengiringi huruf Alif yang tersembunyi, yang sesungguhnya
adalah Dzat Allah. Disini ada indikasi terhadap akal pertama, yang merupakan
makhluk awal dari Ciptaan Allah, yang disebutkan melalui firman-Nya, “Aku tidak
menciptakan makhluk yang lebih Kucintai dan lebih Kumuliakan ketimbang dirimu,
dan denganmu Aku memberi. denganmu Aku mengambil, denganmu Aku memberi pahala
dan denganmu Aku menyiksa”. (Al-hadits).
Huruf-huruf yang terucapkan dalam Basmalah ada 18 huruf. Sedangkan yang
tertera dalam tulisan berjumlah 19 huruf. Apabila kalimat-kalimat menjadi
terpisah. maka jumlah huruf yang terpisah menjadi 22.
Delapan belas huruf mengisyaratkan adanya alam-alam yang dikonotasikannya
dengan jumlahnya. 18 ribu alam. Karena huruf Alif merupakan hitungan sempurna
yang memuat seluruh struktur jumlah. Alif merupakan induk dari seluruh strata
yang tidak lagi ada hitungan setelah Alif. Karena itu dimengerti sebagai induk
dari segala induk alam yang disebut sebagai Alam Jabarut, Alam Malakut, Arasy,
Kursi, Tujuh Langit., dan empat anasir, serta tiga kelahiran yang masing masing
terpisah dalam bagian-bagian tersendiri.
Sedangkan makna sembilan belas, menunjukkan penyertaan Alam Kemanusiaan.
Walau pun masuk kategori alam hewani, namun alam insani itu menurut konotasi
kemuliaan dan universalitasnya atas seluruh alam dalam bingkai wujud, toh ada
alam lain yang memiliki ragam jenis yang prinsip. Ia mempunyai bukti seperti
posisi Jibril diantara para Malaikat.
Kalimat-kalimat merupakan hakikat-hakilkat wujud dan kenyataannya.
Sebagaimana Isa as, disebut sebagai Kalimah dari Allah, sedangkan keparipurnaan
akhlak adalah predikat dan keistimewaannya. Predikat itulah yang menjadi sumber
perbuatan-perbuatan yang terkristal dalam jagad kemanusiaan. Memahaminya sangat
halus. Di sanalah para Nabi – alaihimus salam – meletakkan huruf-huruf hijaiyah
dengan menggunakan tirai struktur wujud. Kenyataan ini bisa djtemukan dalam
periode! Isa as, periode Amirul Mukminin Sayyidina Ali Karromallahu Wajhah, dan
sebagian masa sahabat, yang secara keseluruhan menunjukkan kenyataan tersebut.
BAROKALLOHU LAKA BI AL-MINNATILLAH LA HAULA WALAA QUWWATA ILLA BILLAH
Tidak ada komentar: