Segala puji bagi Allah yang telah mempertemukan kita lewat blog ini,Semoga sholawat dan salam selalu tercurah kepada nabi kita Muhammad beserta keluarganya sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya sampai hari kiamat.

Senin, 20 Mei 2013

QADHA dan QADAR Tingkat lanjut


Rukun iman ada 6 perkara:

1.Iman kepada Allah
2. Iman kepada malaikat Allah
3. Iman kepada kitab-kitab Allah
4. Iman kepada nabi dan rasul Allah
5. Iman kepada qadha dan qadar
6. Iman kepada hari kiamat

Salah satu rukun iman yang wajib kita pegang teguh adalah beriman kepada qadha dan qadhar. Sebagian lagi mengatakan beriman kepada takdir baik maupun takdir buruk.

   Nah., kali ini saya akan mencoba mengupas apa itu yang di maksud dengan iman kepada qadha dan qadar. Baiklah tanpa perlu berbasa basi panjang lebar lagi mari kita langsung cari tau apa si Qadha dan Qadar itu???

Pengertian QADHA dan QADAR

 Qadha secara bahasa berarti hukum-hukum Allah.
Kata “qadha” yang bermakna hukum terdapat dalam firman Allah SWT,
“Demi Tuhanmu, (Muhammad), mereka tidak dianggap beriman hingga mereka mejadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak menemukan di dalam dirinya suatu keberatan terhadap suatu hukum (Qadha) yang engkau berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (QS. An-Nisa: 65).
  Secara istilah, qadha adalah hukum Allah yang berlaku dan terterapkan semenjak awal waktu penciptaan makhluk, atau biasa disebut sejak zaman azali.
Sedangkan qadar dalam Alquran berarti suatu peraturan umum yang telah diciptakan Allah untuk menjadi dasar alam ini, yang mana terdapat di dalamnya hubungan sebab akibat yang telah menjadi sunnatullah (ketetapan Allah) yang abadi di mana pun sunnatullah itu berada.
Allah berfirman, ”Sesungguhnya kami telah menjadikan segala sesuatu menurut ukuran (bi qadar)” (QS. Al-Qomar: 49).
Qadha itu adalah rumusan-rumusan Allah secara global, Qadar/taqdir adalah rumusan-rumusan Allah yang terinci atau rinciannya,
Sering terdengar bahwa jodoh, rizki dan mati adalah taqdir Allah, padahal semua yang terjadi di dunia ini adalah taqdir (rumusan-rumusan) dari Allah. Seringkali kita baru katakan itu taqdir kalao kita mendapat musibah, padahal apabila kita mendapat kesuksesan dan kebahagiaan itu juga taqdir dari sekian taqdir yang kita pilih.
 Rumusan-rumusan Allah itu tertuang dalam Lauhil Mahfudh yang mencakup rumusan Qadha dan Qadar/Taqdir tadi. Jadi Lauhil Mahfudh adalah ibarat sebuah prasasti yang menyimpan ilmu-ilmu Allah yang terpelihara.

Qalam ALLAH Dalam Lauhul Mahfudz

                   Segala sesuatu sejak awal terciptanya Qalam sampai tiba hari Qiyamat telah tertulis di Lauh Mahfudz, karena sejak permulaan menciptakan Qalam Allah telah berfirman kepadanya : "Tulislah", Dia (Qalam) bertanya : "Wahai Rabb-ku, apa yang harus aku tulis?" Allah berfirman : "Tulislah segala sesuatu yang terjadi". Kemudian dia (Qalam) menulis segala sesuatu yang terjadi sampai hari kiamat. Juga diriwayatkan dari Nabi :
       Sesungguhnya janin yang ada dalam kandungan ibunya ketika telah melewati umur empat bulan, maka Allah mengutus Malaikat kepadanya yang meniupkan roh dan menulis rizqi, ajal, amal dan apakah dia celaka atau bahagia".
Rezqi juga telah tertulis dan ditakdirkan beserta sebab-sebabnya, tidak bertambah dan tidak berkurang. Sebagian dari sebab-sebab (rezqi) adalah pekerjaan manusia untuk mencari rezqi, sebagaimana firman Allah :
Dia (Allah) adalah Tuhan yang telah menjadikan bumi tunduk (kepadamu), maka berjalanlah dia atas pundaknya dan makanlah sebagian rezqi-Nya dan kepada-nyalah tempat kembali" [Al-Maidah : 15]

   Sebagian dari sebab-sebab rezqi lagi adalah menyambung persaudaraan (sillaturrahim), termasuk berbuat baik kepada kedua orang tua dan menyambung hubungan keluarga, karena Nabi telah bersabda. Barangsiapa ingin dilapangkan rezqinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah dia menyambung persaudaraan (sillaturrahim).
    Sebagian sebab-sebab rezqi lagi adalah bertaqwa kepada Allah, sebagaimana firman Allah. Barang siapa bertaqwa, maka Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberinya rezqi dengan tanpa disangka-sangka" [Ath-Thalaq : 2-3]

Doa dapat mengubah taqdir.
Allah berfirman Dia mampu menghapus apa yang sudah ditetapkan.
 nah dengan Doa itulah taqdir kita akan berubah. Tapi sistem global Allah tetap tidak akan berubah.


Mari kita ambil sebuah ilustrasi tentang seseorang yang mencoba menjatuhkan dirinya dari atas sebuah gedung bertingkat tinggi ke sebuah batu marmer yang keras.
Target Orang tua itu berkata, “Kalau memang sudah ditakdirkan mati, maka saya akan mati. Dan jika ditakdirkan hidup, pasti saya akan tetap hidup.”
Sungguh orang ini telah keliru besar memahami persoalan takdir.
Allah SWT telah mempunyai takdir-takdir paksaan dalam masalah ini dan juga punya takdir ikhtiar di sisi yang lain.
Adapun takdir paksaan dalam masalah ini adalah:
1. Qadha dan qadar Allah telah menjadikan marmer sebagai batu keras dan kuat</p>
2. Tengkorak kepala manusia diciptakan (berdasarkan qadha dan qadar Allah) dari tulang yang lembut dan berpotensi untuk pecah.
3. Qadha dan qadar Allah telah menetapkan adanya hukum gravitasi yang akan membuat benda jatuh ke tanah.
4. Qadha dan qadar Allah memutuskan bahwa setiap orang yang melemparkan diri dari ketinggian ke tanah yang keras, niscaya tulangnya akan hancur berantakan dan otaknya berhamburan keluar.
5. Qadha dan qadar Allah juga memutuskan bahwa setiap manusia harus mati ketika otaknya hancur.
6. Qadha dan qadar Allah jua telah memutuskan bahwa manusia mempunyai kehendak dan ikhtiar/pilihan. Ia bisa menjatuhkan dirinya lalu mati, atau menahan diri untuk tidak melakukan bunuh diri itu, lalu turun menuruni tangga dengan selamat.
Hadis riwayat dari Ibnu Nabatah, bahwa Ali bin Abi Thalib, pernah pada suatu hari berpindah dari satu tembok ke tembok yang lain. Para sahabat menegur beliau, “Wahai Amirul Mukminin, apakah Anda lari dari qadha Allah?” Imam Ali menjawab, “Saya lari dari qadha Allah menuju qadar Allah Azza wa Jalla..


Tingkat lanjut

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ditanya : "Apakah perbuatan orang-orang kafir telah tertulis di Lauh Mahfudz ? Apabila benar, maka bagaimana Allah menyiksa mereka ..?"
Jawaban.
Benar, perbuatan orang-orang kafir telah tertulis sejak zaman azali, bahkan perbuatan semua manusia telah tertulis sejak dia berada di perut ibunya, sebagaimana tertuang dalam hadits shahih dari Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu ia berkata ; Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (yang benar lagi dibenarkan) bercerita kepada kami.
"Artinya : Sesungguhnya salah seorang di antara kamu dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya selama empat puluh hari berbentuk nutfah, kemudian menjadi 'alaqah selama empat puluh hari pula, kemudian menjadi mudhghah selama empat puluh hari pula. Lalu diutuslah kepadanya seorang malaikat, dan diperintahkan dengan empat kalimat untuk menulis rezekinya, ajalnya, amalannya, celaka atau bahagia".


    Maka perbuatan orang-orang kafir telah tertulis di sisi Allah Azza wa Jalla, telah diketahui oleh Allah 'Azza wa Jalla sejak zaman azali dan orang yang berbahagia telah diketahui pula oleh Allah sejak zaman azali. Akan tetapi barangkali ada yang bertanya-tanya bagaimana mereka akan diadzab padahal Allah telah menetapkan atas mereka akan hal itu sejak zaman azali.?
Jawaban kami.
Mereka disiksa karena hujjah telah sampai kepada mereka, jalan kebenaran telah dijelaskan, lalu para rasul telah diutus kepada mereka, kitab-kitabnyapun telah diuturunkan. Juga telah dijelaskan petunjuk dan kesesatan dan mereka diberi motivasi untuk menempuh jalan petunjuk, sekaligus menjauhi jalan yang sesat. Mereka memiliki akal dan kehendak ; mereka memiliki kemampuan untuk berikhtiar. Oleh karena itu kita mendapati orang-orang kafir ini dan juga selain mereka, berusaha meraih kemaslahatan dunia dengan kehendak dan ikhtiarnya. Kita tidak mendapati seorangpun dari mereka berupaya meraih sesuatu yang membahayakan di dunia atau meremehkan dan bermalas-malasan dalam perkara yang bermanfaat baginya, lalu ia mengatakan : ini telah tertulis sebagai jatahku. Maka selalunya setiap orang akan berusaha meraih manfaat bagi dirinya. Dengan demikian, seharusnya mereka berusaha meraih manfaat dalam urusan-urusan agama mereka sebagaimana mereka berusaha keras meraih manfaat dari urusan dunianya. Tidak ada perbedaan di antara keduanya, bahkan penjelasan tentang kebaikan dan keburukan dalam urusan agama di dalam kitab-kitab suci yang diturunkan kepada para rasul lebih banyak dan lebih besar daripada penjelasan tentang urusan-urusan dunia. Maka kewajiban mereka adalah menempuh jalan yang menghatarkannya kepada keselamatan dan kebahagiaan, bukan menempuh jalan yang menyerempet mereka pada kebinasaan dan kesengsaraan.
Kemudian kami katakan, ketika si kafir memilih kekafiran sama sekali tidak merasa ada orang yang memaksanya. Bahkan perasaannya mengatakan bahwa bahwa ia melakukan hal itu dengan kehendak dan ikhtiarnya. Maka apakah ketika memilih kekufuran ia tahu apa yang telah ditetapkan Allah untuk dirinya .? Jawabannya, tentu tidak. Karena kita tidak mengetahui bahwa sesuatu telah ditetapkan terjadi pada kita kecuali sesudah terjadi. Adapun sebelum terjadi, kita tidak mengetahui apa yang telah ditetapkan untuk kita karena hal ini termasuk perkara ghaib.
Selanjutnya, sekarang kami katakan kepada orang itu : sebelum terjerumus kepada kekafiran, di depan anda ada dua perkara ; hidayah dan kesesatan. Lalu mengapa anda tidak menempuh jalan hidayah dengan anggapan bahwa Allah telah menetapkannya untukmu ? Mengapa anda menempuh jalan sesat lalu setelah menempuhnya anda beralasan bahwa Allah telah menetapkannya ? Kami tegaskan kepada anda sebelum memasuki jalan ini ; apakah anda mempunyai pengetahuan bahwa hal ini telah ditetapkan kepadamu ? ia pasti menjawab : "Tidak". Dan mustahil jawabannya : "Ya". Jadi apabila ia mengatakan : "Tidak". Kami tegaskan lagi ; kalau begitu mengapa anda tidak menempuh jalan hidayah seraya menganggap bahwa Allah telah menetapkan hal itu kepadamu. Oleh karena itu, Allah Ta'ala berfirman.
"Artinya : Maka tatkala mereka berpaling dari kebenaran, Allah memalingkan hati mereka" [Ash-Shaf : 5]
Allah Azza wa Jalla juga berfirman.
"Artinya : Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa. Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (jannah). Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup. Serta mendustakan pahala yang terbaik. Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang sukar" [Al-Lail :5-10]
Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahu para sahabat bahwa tidak ada seorangpun kecuali telah dicatat tempat duduknya di jannah dan tempat duduknya di neraka, para sahabat bertanya ; wahai Rasulullah, apakah kami boleh meninggalkan amalan dan bersandar pada apa yang telah ditetapkan ? Beliau bersabda.
"Artinya : Tidak, beramallah kelian, karena tiap-tiap orang dimudahkan kepada sesuatu yang diciptakan baginya"

Sesudah itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca firman Allah.
"Artinya : Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa. Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik. Maka kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup. Serta mendustakan pahala yang terbaik. Maka kelak kami akan menyiapkan baginya jalan yang sukar".


  Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ditanya : " Tentang sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : 'Sesungguhnya seseorang selalu beramal dengan amalan ahli jannah sehingga tidak ada jarak antara dirinya dengan jannah kecuali hanya sehasta. Namun ketetapan telah mendahuluinya sehingga ia melakukan amalan ahli neraka, lalu iapun memasukinya. Dan seorang yang senantiasa beramal dengan amalan ahli neraka sehingga tidak ada jarak antara dirinya dengan neraka kecuali hanya sehasta. Namun ketetapan telah mendahuluinya, sehingga ia melakukan amalan ahli jannah dan iapun memasukinya".
Apakah hadits ini bertentangan dengan firman Allah Ta'ala : "Sesungguhnya kami tidak menyia-nyiakan pahala orang yang membaguskan amalannya" [Al-Kahfi : 30]

Semoga Allah merahmatinya- dengan ucapannya : Ini adalah hadits Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu. Di dalamnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahukan bahwa ada seseorang yang beramal dengan amalan ahli jannah sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan jannah kecuali hanya sehasta, karena dekatnya ajal dan kematian dirinya. Namun ketetapan telah mendahuluinya yang menegaskan bahwa ia termasuk penghuni neraka, hingga iapun melakukan amalan ahli neraka, lalu masuk kedalamnya- kita berlindung kepada Allah daripadanya. Ini adalah fenomena yang nampak pada manusia seperti yang dijelaskan oleh sebuah hadits shahih.
"Artinya : Sesungguhnya seseorang beramal dengan amalan ahli jannah dalam pandangan manusia, padahal ia termasuk ahli neraka"
Demikian pula persoalan kedua, manusia yang beramal dengan amalan ahli neraka, lalu Allah memberi karunia kepadanya dengan taubat dan kembali kepada jalan Allah menjelang ajalnya, hingga iapun beramal dengan amalan ahli jannah lalu ia masuk kedalamnya.
Ayat yang disebutkan oleh penanya tidak bertentangan dengan hadits di atas, karena Allah Ta'ala berfirman : "Pahala orang yang membaguskan amalannya" Maksudnya, barangsiapa yang membaguskan amalannya di dalam hati maupun dhahirnya, maka Allah Ta'ala tidak menyia-nyiakan pahalanya. Tetapi yang dimaksud oleh kasus pertama yang beramal dengan amalan ahli jannah lalu ketetapan telah mendahuluinya, adalah orang yang beramal dengan amalan ahli jannah dalam pandangan manusia saja. Atas dasar ini, amalannya tidak termasuk kebaikan. Dengan demikian hadits tadi tidak bertentangan sama sekali dengan ayat Al-Qur'an.
Wallahul Muwafiq

Di rangkum dari berbagai sumber demi pemahaman dan pengetauan kita bersama.,
Semoga Bermanfaat!!

Tidak ada komentar: