Riwayat Sejarah:
1. Dari Abdurrahman bin Usman, dari Qasim bin Asbagh,
dari Ahmad bin Zuhair, dari al Fadl bin Dakkin, dari Wail dari Jabir dari Amir
dari Samurah bin Jundab, ia berkata: "Saya telah melakukan pengkajian
terhadap asal muasal tulisan Arab. Saya temukan tulisan Arab telah ada dan
digunakan suku Al Anbar sebelum suku Hiyarah mempergunakanya”.
2. Dari Ibnu Affan dari Qasim dari Ahmad dari az Zubair
bin Bakkar, dari Ibrahim bin al Mundzir, dari Abdul Aziz bin lmran, dari
Ibrahim bin Ismail bin Abi Hubaib dari Dawud bin Husain dari lkrimah dari Ibnu
Abbas, ia berkata: "Orang yang pertama kali mengucapkan bahasa Arab
dan membuat tulisan lafalnya adalah Ismail bin Ibrahim."
3. Dari Ahmad bin Ibrahim bin Faras Al Makky, dan
Abdurrahman bin Abdullah bin Muhammad, dari kakeknya, dari Sufyan bin 'Uyainah
dari Mujalid, dari as Sya'by, ia berkata: "Kami ditanya orang-orang
muhajirin: "dari mana kalian belajar menulis? Kami menjawab: "dari
penduduk suku Hiyarah. Kemudian orang-orang Muhajirin mengklarifikasi berita
itu kepada penduduk Hiyarah. Mereka bertanya: "Dari mana kalian belajar
menulis? Penduduk suku Hiyarah menjawab: "Kama belajar dari: suku
Anbar".
Abu 'Amr mengatakan: "Dalam kitab Muhammad bin
Sahnun terdapat riwayat sebagai berikut: Dari Abul Hajjaj yang mempunyai nama
asli Sakan bin Tsabit berkata: dad. Abdullah bin Farukh dari Abdur Rahman bin
Ziyad bin An'am al Mu'afiry dari ayahnya Ziyad bin An'am ia berkata: "saya
berkata kepada Abdullah bin Abbas: "Wahai suku Quraisy, apakah kalian
pada zaman jahiliyyah menulis dengan tulisan Arab seperti ini, kalian
menggabungkan huruf tertentu dan memisah huruf tertentu, ada alif, lam, mim,
syakl, qath' dan lain-lain sebelum Allah mengutus Nabi SAW?"
Ia menjawab: “ya”,
Lalu aku berkata: ‘Siapa yang mengajari kalian
menulis?”.
Ia menjawab: “Harb bin `Umayyah”.
Aku bertanya lagi: "Lalu siapa yang mengajari
Harb bin Umayyah?”.
Ia menjawab: “Abdullah bin Jud'an”.
Aku bertanya lagi: “Siapa yang mengajari Abdullah
bin Jud'an?”.
Ia menjawab: "Penduduk Al Anbar".
Aku bertanya lagi: “Siapa yang mengajari penduduk Al
Anbar?”.
Ia menjawab: “Seseorang yang datang dari tanah Yaman,
dari suku Kindah”.
Aku bertanya lagi: “Lalu siapakah yang mengajarkan
seseorang tersebut?”.
Ia menjawab: "Al Juljan bin Al Muhim, ia adalah
sekretaris nabi Hud as untuk menuliskan Wahyu dari Allah SWT."
Dari Ibnu Affan, dari Qasim, dari Ahmad bin Abi
Khaitsamah ia berkata: "Huruf Hijaiyyah berjumlah 29 huruf,
semua lafal dan tulisan Arab tidak bisa lepas dari huruf tersebut."
Dari Ibrahim bin Al Khattab al Lama'iy, dari Ahmad bin
Khalid, dari Salamah bin Al Fadl, dari Abdullah bin Najiyah dari Ahmad bin Musa
bin Ismail al Anbary dari Muhammad bin Hatim Al Muaddib dari Ahmad bin Ghassan
dari Hamid bin Al Madainy dari Abdullah bin Said, ia berkata: “Telah
sampai kepada kita sebuah riwayat bahwa ketika huruf-huruf Mu'jam yang
berjumlah 29 menghadap Yang Maha Pengasih, huruf Alif merendahkan diri
dihadapan-Nya. Allah terkesan dengan sikap rendah hatinya, lalu Dia menjadikan
alif sebagai awalan dari nama-Nya (Allah)”.
Abu Amr berkata: “Sebagian ahli bahasa mengatakan
alasan alif menempati urutan pertama karena alif merupakan
representasi dari hamzah yang menjadi awal kalimat, alif layyinah, dan hampir
semua hamzah.”
Kemudian alif hanya menjadi awal kalimat
tatkala huruf yang lain yaitu wawu dan yaa ikut
merepresentasikan dirinya yang pada keadaan yang lain berbentuk hamzah di
tengah dan di akhir.
Abu Amr berkata “Alasan kenapa setelah huruf alif
adalah huruf baa, taa, tsaa adalah karena huruf tersebut
adalah huruf yang paling banyak menyerupai huruf yang lain, di mana jika huruf yaa dan nuunterletak
pada awal kalimat atau di tengah kalimat maka akan menyerupainya sehingga kalau di jumlah ada 5 huruf yang berkarakter sama. Oleh karena itu untuk
mengantisipasi dan mencari jalan keluamya adalah dengan mendahulukan urutannya.
Kemudian urutan setelah baa, taa, tsaa adalah jiim, haa, khaa."
Tertib urutan huruf yang serupa (mutasyabihat) dan
Mazdujat (dal, dzal, ra' dan lain-tain) adalah sesuai dengan
sedikit atau banyaknya frekwensi dipergunakan dalam percakapan. Jadi semakin
depan urutannya, semakin banyak digunakan dalam percakapan. Kecuali untuk huruf nun dan yaa sekalipun
kedua huruf tersebut diakhirkan namun ia mempunyai derajat yang sama dengan
huruf yang menempati urutan di depan karena huruf yang menyerupai karaktemya
telah di tempatkan di depan (ba, ta, tsa).
Selanjutnya Abu Amr mengatakan diantara huruf ada juga
yang tidak bisa disambung dengan huruf yang lain setelahnya. Jumlahnya ada 6
yaitu : alif, dal, dzal, ra, za, dan wawu.
Alasan kenapa huruf tersebut tidak bisa disambung dengan
huruf yang lain juga sama dengan di atas yaitu untuk menghindari keserupaan
antar huruf. Andaikata alif bisa disambung dengan huruf lain setelahnya, akan
serupa dengan huruf lam, dan wawu akan sama dengan huruf fa dan qaf,
dan dal, dzal, ra, za akan sama dengan yaa dan ta.
Alasan lain yang dikemukakan Abu Amr tentang rahasia di
batik urutan huruf hijaiyyah adalah: Alif menempati urutan pertama
karena dua alasan yaitu berdasarkan Khabar (tentang sikap rendah diri
Alif di hadapan Allah) dan Nadzar (pemyataan ahli bahasa yang telah
dijelaskan di atas).
Selain itu karena Alif menjadi awal dari ayat
surat Al Fatihah yang merupakan induk Al Quran dan karena seringnya digunakan
dalam tulisan dan percakapan.
Bisa disimpulkan huruf alif adalah huruf yang hampir
seluruh kata tidak bisa dan tidak mungkin terlepas darinya dan paling banyak
diulang dan digunakan dalam percakapan.
Kemudian huruf setelah alif adalah huruf baa, taa, tsaa.
Oleh karena ketiga huruf tersebut yang terbanyak mempunyal karakter yang sama
maka tradisi pun mengikutinya untuk menulisnya setelah alif.
Alasan kenapa huruf ba terletak setelah huruf alif adalah
karena huruf ba menjadi awal dari Basmalah setelah sebelumnya huruf alif menjadi
awal Ta'awwudz. Selain itu, ba menempati urutan kedua setelah alif dalam
rumusan huruf Arab (hija) kuno yaitu lafal AB' JADIN.
Alasan lain yaitu karena ba bertitik satu, ta bertitik
dua, dan tsa bertitik tiga. Jadi sesuai dengan urutan angka. Oleh
karena itu ba menempati urutan pertama, ta kedua dan tsa ketiga.
Ada juga yang mengatakan alasannya adalah karena sedikit
atau banyaknya frekwensi penggunaannya dalam kalimat sehingga yang didahulukan
adalah yang paling banyak frekwensinya.
Kemudian huruf jim, ha, dan kha. Ketiganya
paling banyak mempunyai karakter dibanding huruf yang lain. Alasan setelah tsa dan jim adalah
karena bersambungnya huruf jim setelah ba pada lafal ABI
JAD.
Selain itu ha diletakkan sebelum kha karena
sesuai dengan urutan makhraj (tempat keluarnya huruf) dimana huruf ha keluar
dari tengah tenggorokan dan kha dari tenggorokan bagian atas.
Sehingga ha diletakan lebih dulu dari kha.
Setelah itu huruf dal dan dzal. Keduanya
berkarakter sama. Dal ditempatkan lebih dulu karena terletak setelah
huruf jim pada lafal ABI JAD.
Kemudian ra dan za. Keduanya juga
mempunyai karakter sama. Semua huruf yang berpasangan diletakkan secara
berurutan dengan alasan yang sama.
Sampai disini urutan penulisan huruf hijaiyyah tidak
mengalami perbedaan, baik pada penduduk Masyriq dan Maghrib.
Setelah huruf ra dan za penduduk
Masyriq dan Maghrib berbeda pendapat tentang urutan huruf setelahnya. Penduduk
Masyriq menulis setelah huruf ra dan za adalah sin dan syin dengan
alasan za dan sin mempunyai sifat yang sama: as Shafir.
Sin terletak lebih dahulu ketimbang syin karena
yang asal adalah huruf tanpa titik sehingga huruf yang sama karaktemya namun
bertitik diletakkan sesudahnya. Yang asal selalu diletakkan pertama dan lebih
dahulu ketimbang yang sifatnya far'i (cabang).
Setelah sin dan syin adalah shad dan dhad.
Huruf ini pun berkarakter sama dan diletakkan setelah sin karena
huruf shad mempunyai sifat sama dengan sin yaitu shafir dan hams.
Kemudian tha dan dza. Keduanya mempunyai
karakter yang sama dan sebagaimana huruf-huruf yang lalu tha dan dza mempunyai
sifat yang sama yaitu ithbaq dan isti'la.
Tha terletak lebih dahulu karena tha adalah
yang asal (tanpa titik). Selain itu dalam lafal ABI JAD tha lebih
dahulu.
Huruf selanjutnya adalah ain dan ghain,
sebagaimana huruf-huruf Mazduj (berpasangan) yang lain. Ain didahulukan
dari ghain dengan alasan Thariqul Makhraj (urutan
tempat keluarnya huruf) dan Jihatul I'jam (yang tidak bertitik
didahulukan).
Setelah huruf-huruf yang berpasangan adalah huruf-huruf
yang terpisah (tidak berpasangan). Yaitu fa' dan qaf. Fa' dalam
lafal ABI JAD ditulis setelah Ain begitu juga dengan qaf.
Kemudian huruf kaf, lam, mim, dan nun sesuai
dengan urutan penulisannya dalam lafal KALAMUN. Urutan huruf tersebut juga
sesuai dengan urutan tempat keluarnya huruf mulai dari tenggorokan bagian atas.
Lam diletakkan terlebih dahulu ketimbang mim dan nun karena lam sama
karaktemya dengan huruf alif yang berada pada urutan pertama.
Mim terletak sebelum nun karena mim lebih
dominan dan tampak dalam pengucapan, tidak seperti nun yang misalnya
dengan hukum idhgham pengucapannya tidak nampak bahkan hilang (Khaisyum).
Selain itu mim sama makhrajnya dengan
huruf ba yang menempati urutan kedua setelah alif dan nun akan
hilang pengucapannya jika bertemu ba.
Setelah itu huruf wawu, ha, dan yaa. Wawu diletakkan
lebih dahulu karena wawu mempunyai kemiripan karakter dengan huruf fa'. Ha terletak
sebelum yaa karena lebih dahulu dalam lafal ABI JAD.
Ya menempati urutan terakhir dalam huruf hijaiyyah
karena uniknya huruf yaa tersebut ketika terletak pada akhir kalimat
berbeda dengan ketika berada di awal dan di tengah.
Penduduk Maghrib menuliskan setelah ra adalah
huruf za, tha dan dza. Karena tha sama makhrajnya
dengan huruf dal dan dza dengan dzal, Tha terletak
sebelum dza karena alasan Plain (sama dengan argumentasi penduduk
Masyriq di atas).
Kemudian kaf, lam, mim, dan nun sesuai
dengan urutan lafal kalimna dan sesuai dengan lafal ABI JAD.
Setelahnya adalah shad dan dhad sesuai
dengan urutan penulisan lafal setelah KALAMUN yaitu SHA'AFADHUN. Selain itu
karena shad asli dan tidak bertitik. 'Ain dan ghain, fad dan qaf, sin dan syin,
alasannya adalah karena masalah makhraj dan i'jam.
Terakhir adalah ha, wawu, dan yaa. Ha terletak
lebih dahulu sebelum wawu dan yaa karena ha berada
di awal pada Lafal HAWAZUN. Begitu juga wawu pada lafal HATHIYYUN.
Dari Ibrahim bin Khuttab, dari Ahmad bin Khalid, dari
Salamah bin Al Fadl, dari Abdullah bin Najiyah, dari Ahmad bin Badil Al Ayyamy,
dari Amr bin Hamid hakim kota ad Dainur, dari Farat bin as Saib dari Maimun bin
Mahran, dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Segala sesuatu ada penjelasan
(tafsir)nya yang diketahui oleh orang yang mengetahuinya dan tidak diketahui
oleh orang yang tidak mengetahuinya”. Kemudian ia menjelaskan makna dari:
ABU JAD (aba adamu at ta'ah / Adam enggan taat dan
bersikukuh untuk memakan buah pohon larangan),
HAWAZUN (zalla fa hua minas samai wal ardl/ tereliminasi
dari langit dan bumi),
HATHIYYUN (hutthath 'anhu khatayahu / Adam diampuni kesalahannya),
KALAMUN (akalaminas syajarah wa munna `alaihi bit taubah/
memakan buah dari pohon larangan dan dianugerahi ampunan),
SHA'AFADHUN (asha fa akhraja minan na'im ilan nakdy / ia
berbuat maksiat sehingga Allah mengeluarkannya dari kenikmatan (surga) menuju
kepayahan (dunia),
QURAISIYAT (aqarra bidz dzanbi fa amanal 'uqubah/ ia
mengakui kesalahan- nya dan akhirnya selamat dari siksa).
Dari Abdur Rahman bin Ahmad al Harwy dalam kitabnya, dari
Umar bin Ahmad bin Syahin dari Musa bin Ubaidillah dari Abdullah bin Abi Sa'id
dari Muhammad bin Hamid dad Salamah bin Al fadl dad Abu Abdillah al Bajaly, ia
berkata: “Abu Jad, Hawaz, Hathy, Kalamun, Sha'afadlun dan Quraisiyat
adalah nama-nama raja Madyan”.
Adapun nama raja Madyan yang ada pada kisah dalam Al
Quran pada zaman Nabi Syu'aib yang terkenal dengan tragedi yaumudz dzullah
adalah Kalamun.
Abu Amr berkata: “Sebagian ahli nahwu mengatakan
bahwa lafal Abu Jad, Hawaz, Hathiy, adalah lafal Arab seperti halnya lafal Zaid
dan Amr dalam hal tashrif. Adapun Kalamun, Sha'afashun dan Quraisiyat bahasa
Arab sehingga tidak bisa ditashrif, kecuali untuk fatal Quraisiyat bisa
ditasrif seperti lafal Arafat dan Adzri'at”
Ibnu an Nadim pada salah satu bab berjudul Al Kalam ala
al Qalamil 'Araby dalam kitab At Fihrist mengatakan: “Terdapat perbedaan
pendapat tentang siapakah yang pertama kali membuat tulisan Arab”.
Hisyarn al Kalby mengatakan: “Orang yang pertama
kali membuatnya adalah sebuah kaum dari Arab, 'Aribah yang singgah pada kabilah
'Adnan bin Ad. Nama-nama mereka adalah Abu Jad, Hawaz, Hathiy, Kalamun,
Sha'afasadlun, Quraisat”, demikianlah menurut Ibnul Kufy.
Kemudian mereka membuat tulisan yang didasarkan kepada
sama-nama mereka. Kemudian mereka menemukan huruf-huruf yang tidak ada dalam
nama mereka yaitu tsaa ﺙ, khaa ﺥ, dzal, dza, syin dan ghain.
Mereka menamakan huruf-huruf ini dengan istilah ar
Rawadif (yang sama). Ia berkata: “Mereka adalah nama raja-raja Madyan.
Mereka binasa pada tragedi yaumudz dzullah pada zaman Nabi Syu'aib”.
Quthrub mengatakan dalam penulisan Abu tidak memakai wawu dan
Jad tidak memakai alif. Ada sebagian orang yang pantang mengulang
huruf yang telah disebutkan (alif).
Karena pada dasarnya penulisan wawu pada Abu
dan alif pada Jad adalah sebagai penambahan dalam cara baca. Oleh
karena itu bagi yang sudah tahu tidak perlu menuliskannya demi menjaga
keotentikan lafal tersebut.
32 Huruf dalam Metode Struktur dan Format Al Quran
Orang yang pertama kali mengembangkan huruf hijaiyyah
menjadi 32 huruf adalah ilmuwan muslim berkebangsaan India bemama
Fadlullah Astarabadi pada akhir abad ke 14.
Sejarah membuktikan antara angka Arab dan India mempunyai
kaitan erat. Misalnya angka Nol yang memungkinkan terbentuknya operasi
matematika yang sangat rumit. Jauh sebelum Ilmuwan Islam mengenal nol, bangsa
India telah mengenalnya sebagai "Shunya" atau kekosongan.
Dalam kajian metode struktur dan Format Al Quran, kita
mengenal 32 huruf hijaiyyah. Huruf ke 31, dalam kajian ini karakter huruf lam dan alif [ﺍﻝ]
yaitu huruf ke 27 dikembangkan melalui sebuah kajian yang intensif dan bersifat
empiris spiritual dengan meletakan alif yang asalnya di depan menjadi
di belakang dan diletakkan dalam urutan huruf ke 31.
Sedangkan huruf ke 32, Ta' marbuthah
merupakan pengembangan karakter huruf Ta' maftuhah (huruf ke 3)
ketika terletak di belakang kata.
Uniknya, sekalipun huruf hijaiyyah sudah dikembangkan
sedemkian rupa menjadi 32 huruf tetap saja imbang. Artinya, 16 huruf mu'jam (bertitik)
dan 16 huruf Ghairul Mu'jam (tanpa titik).
Wallahu A'lam Bishawabi
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar: